Isu Gaji DPR Rp 3 Juta per Hari, Benarkah? Fakta, Klarifikasi, dan Gelombang Demo di 2025
Isu soal gaji anggota DPR yang disebut mencapai Rp 3 juta per hari mendadak viral dan menjadi bahan perbincangan hangat di media sosial. Tidak hanya itu, isu ini juga berhasil memicu gelombang demonstrasi di berbagai daerah di Indonesia. Publik ramai-ramai menyoroti kesenjangan antara gaji wakil rakyat dengan upah buruh, mahasiswa, dan pekerja lain yang jauh lebih kecil.
Lalu, apa sebenarnya yang terjadi? Apakah benar gaji DPR dinaikkan hingga Rp 3 juta per hari, ataukah hanya salah paham yang terlanjur melebar?
Dari Mana Isu Ini Bermula?
Isu ini muncul setelah salah satu anggota DPR, TB Hasanuddin, menyebut bahwa “take home pay” seorang anggota DPR bisa mencapai Rp 100 juta per bulan. Jika dihitung secara sederhana, jumlah itu setara dengan Rp 3 juta per hari kerja.
Pernyataan tersebut segera menjadi bahan perbincangan masyarakat. Media sosial dipenuhi komentar sinis, meme, hingga kritik keras. Banyak orang yang membandingkan angka tersebut dengan upah minimum buruh di berbagai daerah yang bahkan tidak sampai Rp 3 juta per bulan.
Gelombang Demo di Berbagai Daerah
Kekecewaan publik tidak berhenti di dunia maya. Aksi unjuk rasa bermunculan di berbagai kota. Salah satunya terjadi di Semarang, Jawa Tengah. Massa dari Federasi Serikat Pekerja Perjuangan (FSPP) dan Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) turun ke jalan menuntut keadilan.
Dalam orasinya, seorang buruh berkata lantang:
“DPR gajinya sehari Rp 3 juta, kerjanya apa? Tidur! Buruh di Jawa Tengah kerja 26 hari sebulan, cuma dibayar Rp 2,2 juta.”
Tidak hanya di Semarang, aksi serupa juga terjadi di Jakarta, Medan, Pati, dan beberapa daerah lain. Demonstrasi berlangsung antara tanggal 25 sampai 28 Agustus 2025, diikuti ribuan mahasiswa, buruh, hingga ojek online. Massa menolak berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan rakyat, termasuk isu kenaikan gaji DPR dan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Media internasional pun menyoroti demonstrasi ini. Beberapa menilai bahwa keresahan publik di Indonesia mencerminkan ketidakpuasan terhadap elit politik yang dianggap tidak peka terhadap kondisi ekonomi rakyat kecil.
Klarifikasi Ketua DPR
Di tengah maraknya isu tersebut, Ketua DPR Puan Maharani akhirnya buka suara. Ia menegaskan bahwa:
- Tidak ada kenaikan gaji anggota DPR.
- Yang terjadi adalah adanya kompensasi berupa uang rumah, karena anggota DPR periode 2024–2029 tidak lagi mendapatkan rumah jabatan.
- Kompensasi ini tidak berlaku untuk semua anggota DPR. Hanya anggota dari daerah luar Jakarta yang membutuhkan akomodasi yang bisa mendapatkannya.
- Puan menekankan bahwa isu “Rp 3 juta per hari” hanyalah hasil perhitungan kasar dan tidak mencerminkan kebijakan resmi.
Dengan kata lain, yang viral sebagai kenaikan gaji sebenarnya adalah uang pengganti rumah dinas, bukan tambahan gaji pokok.
Publik Tetap Geram
Meski sudah ada klarifikasi, publik tetap geram. Banyak yang menilai bahwa apapun namanya—gaji, tunjangan, ataupun kompensasi—angka Rp 100 juta per bulan terlalu besar jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini.
Buruh, petani, guru honorer, hingga pekerja serabutan masih berjuang dengan penghasilan yang minim. Di sisi lain, wakil rakyat yang seharusnya memperjuangkan kepentingan masyarakat malah terlihat mendapat fasilitas dan tunjangan berlimpah.
Tidak heran jika isu ini memicu gelombang kemarahan, karena publik merasa ada ketimpangan yang semakin nyata antara kehidupan elit politik dan rakyat biasa.
Fakta Singkat: Gaji DPR
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, berikut gambaran singkat terkait pendapatan anggota DPR:
- Gaji pokok anggota DPR relatif kecil jika dibandingkan total penghasilan.
- Tunjangan dan fasilitas (seperti transportasi, reses, hingga rumah dinas) membuat jumlah yang diterima menjadi sangat besar.
- Rata-rata “take home pay” anggota DPR bisa mencapai Rp 50 juta hingga Rp 100 juta per bulan, tergantung jabatan dan fasilitas tambahan.
- Kontroversi muncul karena angka ini jauh di atas rata-rata gaji pekerja Indonesia, bahkan dibandingkan dengan profesi penting lain seperti guru, tenaga kesehatan, atau aparat keamanan.
Isu kenaikan gaji DPR menjadi Rp 3 juta per hari memang viral dan menimbulkan gelombang demo di berbagai daerah. Namun setelah ditelusuri, kabar tersebut tidak sepenuhnya benar. Faktanya, tidak ada kenaikan gaji, melainkan kompensasi uang rumah sebagai pengganti rumah dinas.
Meskipun demikian, klarifikasi ini tidak serta-merta meredam kekecewaan publik. Bagi rakyat, perbedaan penghasilan yang begitu besar antara wakil rakyat dan masyarakat kecil tetap menjadi luka lama yang sulit diabaikan.
Peristiwa ini menjadi cerminan bahwa transparansi, kepekaan, dan keberpihakan pada rakyat kecil harus benar-benar diwujudkan, bukan sekadar janji di atas kertas.


Komentar
Posting Komentar